tokobukuistimewa

suatu hari seorang profesor hendak melakukan penyegaran pikiran (refreshing), dan ia pun pergi ke pantai untuk menikmati indahnya laut biru. Tak berapa lama, ia berjumpa dengan seorang nelayan yang hendak ke tengah laut dengan perahu kecilnya untuk menangkap ikan. Tergeraklah hati sang profesor untuk ikut dengan sang nelayan pergi ke tengah laut. Dalam perjalanan dengan perahu kecilnya ke tengah laut, sang profesor pun mulai melihat ke kanan-kiri-atas-bawah-depan-belakang.

Mulailah sang profesor bertanya kepada sang nelayan, “Hai nelayan, menurutmu seberapa besar komputer yang mengendalikan kapal besar itu?” sang profesor bertanya kepada nelayan sambil menunjuk kapal besar yang sedang mengarungi samudra luas.
“Mmm… mmmm …. saya nggak tahu, Pak, apa itu komputer,” jawab nelayan.
“Hah … di zaman seperti ini kamu nggak mengerti apa itu komputer? Wah … kasihan sekali kamu, berarti 25% hidupmu sia-sia.”
sang nelayan pun menerima komentar profesor dengan lapang hati, karena memang demikian adanya.

Tak berapa lama, sang profesor melihat ke air laut yang berwarna biru kehijauan dan memperhatikan ada sejenis binatang kecil yang terapung disana. Dan sang profesor pun bertanya kepada nelayan, “Hai nelayan, menurutmu binatang itu termasuk dalam jenis spesies apa, ya?”
Sang nelayan kebingungan, dan sambil garuk-garuk kepala ia menjawab, “Apa itu spesies, Pak, saya enggak ngerti …”
“Wah, kalau spesies saja kamu nggak ngerti, berarti 50% hidupmu sudah sia-sia.”
Sang nelayan semakin sedih, dan ia berfikir alangkah bodohnya dirinya

hari semakin sore dan langit pun semakin mendung. Tampaknya akan turun hujan, karena angin mulai berhembus dengan kencang. Melihat cuaca mulai berubah, sang profesor bertanya lagi kepada sang nelayan, “Hai nelayan, menurut Badan Meteorologi dan Geofisika, apakah hari ini akan turun hujan?”
Kembali sang nelayan stres dan bingung. Ia pun menjawab, “Saya sungguh tidak tahu, Pak, apa itu Badan Meteorologi dan Geofisika.”
sang profesor pun segera menimpali, dan berkata, “Wah…Wah…Wah… kamu ini sungguh-sungguh terbelakang; komputer tidak tahu… spesies tidak tahu… Badan Meteorologi dan Geofisika juga tidak tahu… ini berarti 75% hidupmu sudah sia-sia.”

maka sang nelayan semakin sedih, dan ia berfikir bahwa sisa hidupnya kini tinggal 25% lagi.

Tiba-tiba hujan turun dengan deras, disertai angin yang begitu kencang. Tampaknya hujan badai degera datang. Perahu kecil yang mereka tumpangi akhirnya terbalik terkena hempasan ombak dan angin kencang. Sang nelayan segera berenang dengan cepat menuju ke pantai. Namun tidak demikian halnya dengan sang profesor. Ia berjuang untuk tidak tenggelam ke dasar lautan, karena ternyata ia tidak bisa berenang. Sang profesor pun berteriak, katanya, “To… To… Toloooong, aku tidak bisa berenang, hup … oob… tolooong.”
dan dengan santai sang nelayan menjawab,”Hah…. profesor tidak bisa berenang, berarti 100% hidup profesor sudah sia-sia.” Dan sang profesor pun mati tenggelam.

MORAL MOTIVASI

setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Tidak peduli dari mana ia berasal, seberapa tinggi pendidikannya atau seberapa kayanya dia, tetap saja tidak akan ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, dalam menjalani proses kehidupan ini, terlebih jika kita ingin hidup lebih maju dan lebih bahagia, kita selalu membutuhkan orang lain. Keberadaan orang lain sangatlah mutlak untuk mengisi kekurangan kita; untuk saling menguatkan, bukan untuk saling menghancurkan. Beberapa kunci ataupun prinsip kesuksesan yang sering dibicarakan tampaknya akan jauh lebih lengkap jika ditambah satu unsur lagi, yaitu kerendahan hati.

-Dikutip dari “Look Who’s Laughing”-
sebuah edutainment segar yang menggabungkan humor dan motivasi.
mau baca detailnya, silahkan beli di toko kami, hanya Rp. 20.000,- saja (belum ongkir)
COD area GKB, PPS, gresik kota dan sekitarnya juga oke 🙂

Handi Suseno
HP : 085 103 134 911
email : tokobukuistimewa@gmail.com
facebook : Tokobuku Istimewa
twitter :…

Ketika Nabi Yusuf menafsirkan mimpi Raja Mesir dan memberinya informasi mengenai ancaman kelaparan, raja akhirnya mengeluarkannya dari penjara dengan hormat agar beliau dapat menbantunya memberi nasehat dalam urusan kenegaraan. Kemudian, Nabi Yusuf meminta kepada raja, “Jadikanlah aku bendaharawan negara (mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan (karena aku adalah organisator yang terampil yang mengetahui pekerjaannya)” (QS. Yusuf [12]:55). Nabi Yusuf meminta raja untuk mengangkat dirinya sebagai bendaharawan negara berdasarkan dua kecakapannya yang menonjol : berpengetahuan (‘alim) dan mampu mengelola (hafizh). Dua kualitas ini penting bagi seorang organisator yang efisien dan berhasil.

Mengingat sangat pentingnya organisasi dalam industri modern, mutlak untuk mengangkat orang yang tepat dan benar-benar cocok serta berkualitas untuk pekerjaan pengelola itu. Al Qur’an memerintahkan kaum muslim agar sangat berhati-hati dalam menunjuk pengelola, “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An Nisa [4]:58). Maka, demi keberhasilan dan efisiens, pekerjaan ini harus dipercayakan kepada orang yang pantas memegang tanggung jawab tersebut.

Dalam kisah negosiasi antara Nabi Musa dan Nabi Syu’aib, putri-putri Nabi Syu’aib berargumen sebagai berikut, “Ya Bapakku, ambillah dia (Musa) sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (QS. Al Qashash [28]:26). Dua kualitas ini, yakni kuat (qawiyy) dan dapat dipercaya (amin) juga merupakan syarat esensial bagi seorang pengelola. Selain kepandaian (‘alim) dan kemampuan manajerial (hafizh), seorang organisator juga harus memiliki daya tahan dan kekuatan untuk melaksanakan pekerjaan qawiyy) dan juga harus bisa dipercaya (amin)-ed.)

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

 

sumber gambar : trulyislam.blogspot.com

Bertolak dari hadist-hadist Nabi tentang pekerja, hak-hak tenaga kerja dapat disimpulkan sebagai berikut :

  1. Buruh harus memperoleh upah yang semestinya agar dapat menikmati taraf hidup yang layak.
  2. Buruh tidak boleh diberi pekerjaan yang melampaui kekuatan fisik yang dimilikinya, dan apabila suatu waktu dia dipercaya melakukan pekerjaan yang berat harus disediakan bantuan dalam bentuk tenaga kerja atau modal yang lebih banyak, atau keduanya
  3. Buruh harus memperoleh bantuan medis jika sakit, dan dibantu membayar biaya perawatannya pada saat itu. Sangat baik jika kontribusi buruh dan pemilik modal ini juga dilengkapi dengan bantuan pemerintah (mungkin diambil dari dana zakat)
  4. Ketentuan yang wajar harus dibuat untuk pembayaran pensiun yang lanjut usia. Pengusaha dan pekerja dapat diminta untuk memberikan kontribusinya sebagai dana bantuan
  5. Para pengusaha harus diberi dorongan untuk menafkahkan semua sedekah mereka (amal yang dilakukan dengan sukarela) kepada para pekerja mereka dan anak-anaknya
  6. Buruh harus diberi jaminan asuransi pengangguran-selama masih menganggur-dari danan zakat. Hal itu akan memperkuat daya tawar mereka dan akan membantu menstabilkan tingkat upah dalam negeri pada tingkat yang wajar.
  7. Buruh harus mendapat ganti rugi kecelakaan yang layak selama bekerja
  8. Barang-barang yang dihasilkan di pabriknya harus diberikan kepada mereka secara gratis atau dengan tarif yang lebih murah
  9. Buruh harus diperlakukan dengan baik dan sopan, serta dimaafkan jika berbuat kesalahan selama bekerja
  10. Buruh harus mendapatkan akomodasi yang cukup sehingga kesehatan dan efisiensinya tidak terganggu.

 

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

 

sumber gambar : disnakertrans.lampungprov.go.id

Abdurrahman ibn Auf berkata, “Ketika kami datang ke Madinah, Rasulullah telah menciptakan hubungan persaudaraan diantara kaum Anshar dan kaum Muhajirin dan mempersaudarakan antara Sa’ad ibn Rabi dengan saya. Sa’ad orang yang paling kaya diantara kaum Anshar dan ingin memberikan sebagian harta kekayaannya serta satu dari kedua istrinya kepada saya. Saya menolak untuk menerima tawarannya, tetapi saya meminta dia untuk menceritakan kepada saya tentang pusat perdagangan. Dia bercerita kepada saya tentang suatu bazar Qaniqah. Saya berada disana keesokan paginya dan membawa beberapa kartu dan ghee untuk dijual dan kemudian saya pergi kesana setiap hari untuk melakukan usaha seperti itu.” (HR. Bukhari)

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

 

sumber gambar : bapirau.wordpress.com

  1. Sifat tanah. Jumlah sewa tanah ditentukan sesuai dengan sifat-sifatnya. Harga sewa tanah yang subur harus lebih tinggi, sementara tanah yang kurang subur sewanya lebih rendah, dan tanahyang tandus tidak dikenakan sewa sama sekali. Jika ada tanah yang tidak dapat menghasilkan lebih daripada biaya kerja dan modal yang dikeluarkan untuknya dan hasil-hasil produksinya  hanya cukup untuk menutupi biaya pengelolaan saja, tanah yang demikian tidak dikenakan sewa. Sebab harga sewa itu dipungut hanya dari kelebihan hasil produksi setelah dipotong biaya pengelolaannya. Prinsip ini ditunjukkan oleh Al Qur’an, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS. Al Baqarah [2]:286)
  2. Sifat hasil panen. Sifat-sifat hasil panen yang dipetik dari sebidang tanah juga berpengaruh terhadap hasilnya dan selanjutnya terhadap sewanya. Tanah yang mampu menghasilkan panen yang banyak akan dikenakan sewa yang lebih tinggi daripada tanah yang menghasilkan panen lebih sedikit.
  3. Sifat irigasi. Besarnya sewa juga akan beragam sesuai dengan perubahan-perubahan jenis pengariran yang dipergunakan untuk meningkatkan hasil panennya dari setiap tanah. Semakin besar modal yang dipergunakan oleh si pengelola dalam mengairi tanahnya, semakin sedikit jumlah sewanya dan begitu pula sebaliknya.
  4. Pembayaran bagi tenaga pengelola. Sebelum menetapkan sewa tanah, pihak yang bernegosiasi perlu memperhitungkan biaya tenaga kerja yang harus dibayar si pengelola tanah kepada pekerjanya; termasuk biaya kerja si pengelola sendiri. Prinsip ini disimpulkan dari ayat berikut, Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak akan diberi balasan, kecuali sesuai dengan apa yang telah kamu kerjakan (QS. Yasin [36]:54). Karena itu, mutlak perlu bahwa pengelola diberi pembayaran yang adil dan cukup atas pekerjaannya dalam mengolah tanah. Tanah yang memerlukan lebih banyak tenaga kerja (seperti yang diairi dengan sumur dan lain-lain) membayar sewa yang lebih rendah; sedangkan tanah yang memerlukan lebih sedikit pekerja membayar sewa yang lebih tinggi.

Dengan demikian, faktor-faktor yang disebutkan, yaitu sifat tanah, sifat hasil panen, sifat pengairan, dan biaya pengelolaan, termasuk tenaga pengelolanya, harus dipertimbangkan dalam menetapkan sewa tanah.

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

 

sumber gambar : wdicradio.com

Lahan: pengertian yang lebih luas. Lahan mencakup segala sesuatu yang berada di permukaan, seperti tanah, pegunungan dan hutan-hutan; yang berada dibawah permukaan dalam bentuk mineral-mineral laut; dan diatas permukaan, seperti hujan, angin, keadaan-keadaan geografi, cuaca dan sebagainya. Manusia mempunyai wewenang untuk mengontrol segala bentuk kekayaan material tersebut dan sepenuhnya dapat memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri (diantaranya dengan memanfaatkan panas bumi, batu bara, minyak dan gas, angin, tenaga surya dan lain-lain untuk keperluan memenuhi kebutuhan energi-ed.). Al Qur’an menunjukkan bentuk-bentuk kekayaan ini dengan berbagai cara, misalnya, “… (Tuhan) yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu, dan menjadikan jalan-jalan diatasnya bagimu, dan yang menurunkan air (hujan) dari langit. Kemudian Kami tumbuhkan dengannya (air hujan itu) berjenis-jenis aneka macam tumbuh-tumbuhan” (QS.Thaha [20]:53).

Namun, yang mesti diingat adalah bahwa kedudukan manusia di bumi ini bukanlah sebagai penguasa yang sewenang-wenang, tetapi sebagai khalifah yang mengemban amanat Allah (QS. AL Baqarah [2]:30 dan Al Ahzab [33]:72) Karena itu, segala pemanfaatan manusia atas bumi ini harus dengan penuh tanggung jawab dan tidak menimbulkan kerusakan. Sebab, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashash [28]:77, Al Baqarah [2]:205, Al A’raf [7]:56-ed.)

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

sumber gambar : telukbone.ucoz.net

Islam menganjurkan suatu jalan tengah yang baik-antara dua jalan hidup yang ekstrem-dengan memerintahkan pengeluaran belanja yang wajar tanpa ada unsur kemubadziran. Hemat namun tidak kikir. Islam menganjurkan kesederhanaan, baik dalam berbelanja maupun menabung. Seseorang tidak boleh terlalu royal sehingga membelanjakan seluruh hartanya untuk barang-barang mewah dan kebutuhan-kebutuhan lainnya di luar kemampuannya. Sebaliknya, seseorang tidak boleh bersifat begitu kikir sehingga tidak menafkahkan sesuatu pun untuk diri dan keluarganya atau hal-hal baik lainnya yang diperlukan bagi kehidupan-sesuai dengan kemampuannya. Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau terlalu mengulurkannya (sangat pemurah) nanti kamu menjadi tercela dan menyesal (QS. Al Isra’ [17]:29).

Banyak hadist Nabi yang menekankan pentingnya pemanfaatan harta secara baik. Menurut Abu Sa’id Al Khudri, Nabi menganjurkan orang-orang untuk bersikap sederhana dalam mengonsumsi dengan kata-kata berikut, “Aku hanya takut akan hal-hal yang akan diberikan kepadamu dari anugerah di dunia ini setelah aku.” Seseorang bertanya, “Apakah anugerah dari dunia ini?” Nabi menjawab, “Harta di dunia ini.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Ya Rasulullah, apakah kejahatan akan timbul dari kebaikan? (dalam bahasa Arab, al-khair berarti harta dan kebaikan-ed.) Nabi tetap diam. Kami pikir, wahyu akan turun. Lalu, Nabi menyekat keringat di wajahnya dan berkata, “Allah datang dari kebaikan, tetapi harta kekayaan dunia adalah seperti rumput yang hijau. Jika seekor hewan memakannya berlebih-lebihan, itu akan membunuh dirinya sendiri atau mendekatkannya pada kematian. Hewan-hewan yang menyantap makanan hijau, (lalu berhenti dan) berjalan di bawah sinar matahari mencerna makanannya, (lalu) makan lagi, mereka benar-benar sehat. Begitu pula harta, ia adalah makanan yang manis; orang yang terbaik adalah orang yang mendapatkan hartanya secara halal dan membelanjakannya pada hal-hal yang halal dan baik. Harta ini akan memberikan kesaksian terhadap seseorang yang telah menyalahgunakannya di Hari Penghisaban.” (HR. Bukhari).

Kesederhanaan, tak diragukan lagi, merupakan prinsip tuntunan Islam dalam konsumsi, seperti halnya pada kegiatan-kegiatan di bidang lainnya. Dalam bidang konsumsi, ia dapat mencegah dua kejahatan pengeluaran yang salah, yaitu penumpukan harta dan pemborosan. Dan, dengan demikian dapat menyelamatkan masyarakat dari kejahatan korupsi dan pengangguran.

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

sumber gambar : tigaputra.wordpress.com

Jabir ibn Abdullah Ansari menceritakan, “Kami berjalan bersama Nabi ke pertempuran Dzat Al Riqa. Ada seorang laki-laki bersama kami, yang telah kami tetapkan baginya persediaan untuk persediaannya, dan pada saat pulang dia menggembalakan ternak kami. Dia memakai dua carik kain yang sobek-sobek. Melihat keadaan yang demikian, Nabi menanyakan apakah dia tidak mempunyai pakaian lain selain yang dia pakai (saat itu)? Jabir menjawab bahwa dia telah memberinya beberapa lembar pakaian yang disimpannya di dalam tasnya. Lalu, Nabi menyuruh Jabir agar meminta laki-laki tersebut untuk memakai pakaian pemberiannya. Laki-laki itupun mengeluarkan pakaian (dari dalam tasnya), lalu memakainya. Ketika dia telah berjalan dan menjauh, Nabi lalu berkata, “ada apa dengan laki-laki itu sehingga dia memakai pakaian yang sobek, sementara dia memiliki pakaian yang baik yang dibawanya?” (HR. Malik dalam Muwaththa)

Abu Al Ahwas meriwayatkan dari ayahnya bahwa beliau mendatangi Nabi dengan berpakaian kotor. Nabi bertanya kepadanya, “Apakah kamu orang kaya?” Dia menjawab, “Ya.” Lalu, Nabi bertanya kepadanya tentang jenis kekayaan apa saja yang dia dimiliki. Dia menjawab bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya unta, kambing, kuda, dan budak-budak. Kemudian Nabi bersabda, “Bila Allah mengaruniakan nikmat-Nya kepadamu, Dia ingin jejak-jejak pengaruhnya tampak pada dirimu (dalam bentuk makanan yang lebih baik, pakaian yang lebih baik, dan lain-lain)” (HR. Abu Dawud)

Pada hadist riwayat Muslim, Nabi bersabda, “Allah itu indah dan Dia mencintai keindahan.” Nabi juga diriwayatkan telah bersabda, “Allah mewajibkan seseorang untuk menciptakan keindahan dalam segala hal.” (HR. Muslim).

Al Qur’an tidak hanya menghalalkan perhiasan, namun lebih jauh meminta setiap manusia agar hidup sesuai dengan kemampuannya: jika Allah menganugerahkan harta yang berlimpah kepada seseorang, orang ini harus hidup sesuai dengan kekayaannya. Dengan demikian, orang lain dapat mengetahui kesejahteraan hidupnya. (Yaitu) orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya (QS. An Nisa’ [4]:37). Firman ini jelas menyatakan bahwa menyembunyikan karunia Allah sama dengan mengingkari karunia tersebut. Orang hendaknya hidup dengan cara sedemikian rupa sehingga makanan, pakaian dan tempat tinggalnya merupakan perwujudan dari karunia Allah terhadapnya. Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hambaNya, serta rezeki yang baik (makanan, pakaian dan lain-lain) (QS. Al A’raf [7]:32).

Asketisme, yang merupakan pengingkaran atas perhiasan dan keindahan dalam kehidupan ini, tidak disetujui dan sangat dicela di dalam Islam. Al Qur’an menentang pandangan semacam itu dan mengijinkan orang untuk menikmati kesenangan, perhiasan, serta keindahan yang telah diciptakan Allah sebagai rezeki bagi umat manusia.

Namun, perhiasan dan keindahan ini hanya boleh dinikmati sewajarnya, tidak berlebih-lebihan. Sebab, umat Muhammad dilarang untuk bermewah-mewahan. Ummu Salamah, istri Muhammad, mengisahkan bahwa Nabi bersabda, “Barang siapa makan atau minum dari mangkuk emas dan perak, berarti dia telah memasukkan api ke dalam perutnya.” (HR. Malij dalam Muwaththa). Anas ibn Malik mengisahkan bahwa Nabi berkata, “Siapapun (laki-laki) yang memakai pakaian sutra di dunia ini, maka dia tidak akan memakainya di akhirat kelak.” (Muwaththa). Abu Hurairah juga meriwayatkan bahwa Nabi telah melarang pemakaian cincin emas (bagi laki-laki) (HR. Bukhari). Abdurrahman ibn Laila meriwayatkan, “Huzaifah pernah berada di kota Madain. Dia meminta sesorang untuk memberi air kepadanya. Seorang petani kaya membawakan air tersebut dalam sebuah bejana perak. Namun, dia membuang air itu dan mengatakan bahwa Nabi telah berkata, ‘Janganlah kamu memakai kain sutra atau kain brokat, dan janganlah minum dari bejana yang terbuat dari emas atau perak, dan janganlah makan dari mangkuk yang terbuat dari logam barang-barang mewah yang dinikmati orang-orang yang tidak takut kepada Allah dengan mengorbankan orang miskin; karena itu, seorang musllim dilarang melakukannya; sebab barang-barang itu adalah untuk mereka (orang-orang yang tidak beriman) di dunia ini dan untuk kita di akhirat.” (HR. Bukhari)

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

sumber gambar : pkslumajang.org

Keinginan (wants) dan pemuasannya merupakan ciri pokok perjuangan ekonomi manusia. Seluruh harta kekayaan diperoleh untuk memuaskan kebutuhan manusia. Nabi bersabda, “Seandainya Tuhan memberikan kepada manusia satu bukit penuh emas, dia akan meminta satu bukit lagi, dan seandainya dia diberi (bukit emas) yang kedua, niscaya dia akan meminta yang ketiga; manusia tidak akan pernah puas sampai dia mati” (HR. Bukhari).

Keinginan manusia tidak terbatas. Jika satu keinginan terpenuhi, timbul yang lainnya. Dan, jika itu sudah dipenuhi, keinginan lain datang lagi. Dengan demikian, orang berjuang terus sepanjang hidupnya untuk memenuhi mata rantai keinginannya yang tidak pernah putus-putusnya, namun yang tidak pernah dapat dipuaskannya. Inilah karakteristik keinginan, dan inilah yang menyebabkan adanya usaha yang konstan sebagian orang memenuhinya. Al Qur’an mengacu pada karakteristik ini dalam ungkapan berikut, sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh (QS. Al Ma’arij [70]:19).

Dengan demikian, secara alami manusia bersifat tamak dan gelisah (tidak sabar) untuk memuaskan keinginan-keinginannya. Dia tidak pernah berhenti pada satu hal. Setiap keinginan baru memberikan daya dorong selanjutnya. Dengan cara ini, dia maju dan terus maju. Sesungguhnya, ini merupakan kunci menuju keberhasilan dan kemajuannya, Dijadikannya terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang (QS. Ali Imran [3]:14).

Kecintaan manusia terhadap hal-hal tersebut alamiah sifatnya dan tidak ada bahaya di dalamnya, asal saja dia masih berada dalam batas-batas kewajaran. Kecintaan yang sedang-sedang saja terhadap hal-hal tersebut akan memberikan dorongan yang dibutuhkan untuk membuat manusia berjuang dalam memperoleh pemuasan keinginannya. Keinginan mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia dan tanpanya manusia tidak dapat hidup. Diantara keinginan-keinginan itu adalah kebutuhan-kebutuhan pokok (primer, dharuriyat-ed.): makanan, pakaian dan tempat tinggal.

Islam memberi pengesahan dan dorongan bagi manusia untuk mendapatkan pangan, sandang dan papan yang baik. Hadist Rasulullah berikut ini mengikhtisarkan tujuan dari segala aktivias ekonomi manusia, “Cukuplah bagi kamu (hal-hal yang berkaitan dengan) dunia ini, jika ia menghilangkan rasa laparmu, menutup tubuhmu, dan bersama dengan kedua hal ini, engkau mendapatkan (naungan tempat berlindung) yang kau huni; jika, dan bersama hal-hal ini, kamu mendapat sesuatu untuk dikendarai, lalu apalagi yang kau inginkan?” Dalam hadist ini, Muhammad merangkum kebutuhan-kebutuhan pokok yang dalam keadaan bagaimanapun, harus disediakan bagi setiap anggota masyarakat.

Islam mengisyaratkan perlunya manusia mengejar kebutuhan-kebutuhan sekunder (hajiyat-ed.), yaitu kebutuhan-kebutuhan yang tidak begitu esensial tetapi diperlukan. Misalnya, seorang buruh membutuhkan makanan yang baik, termasuk daging, susu, mentega dan lain-lain, untuk menjaganya agar tetap sehat, kuat dan dapat bekerja.

Lebih jauh dari itu, Islam membolehkan manusia menikmati keindahan, hiburan dan kenyamanan (kebutuhan tersier, tahsinat atau kamaliyat-ed.). Al Qur’a, misalnya, memerintahkan umat muslim untuk mengenakan pakaian yang indah-indah ketika akan shalat. Wahai Anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid (QS. Al A’raf [7]:31). Indah disini maksudnya bukan hanya pakaian yang memberi tambahan keindahan pada pemakainya, melainkan juga kerapian dan kebersihan, perhatian terhadap rambut dan detail lainnya yang dianggap perlu oleh seseorang yang berbudaya. Perhiasan juga diperbolehkan (QS. Al A’raf [7]:26 dan 32, An Nahl [16]:8, Al Kahfi [18]:7). Hiburan adalah benda-benda yang dapat memberikan kesenangan dan kemudahan kepada seseorang dan umumnya memiliki manfaat yang lebih besar daripada biayanya.

Adapun berlebih-lebihan dalam kesenangan pribadi atau dalam pengeluaran belanja untuk memenuhi sejumlah keinginan yang tidak terlalu penting disebut “kemewahan”. Wahai Anak Adam! Pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. Al A’raf [7]:31).

Larangan mengonsumsi barang-barang mewah kadang kala dilakukan dengan memperingatkan agar “bertakwa kepada Allah” dan kadang kala dengan memerintahkan kepada mereka “untuk tidak mengikuti langkah-langkah setan”. Mengonsumsi barang-barang mewah adalah racun yang dapat membunuh secara perlahan-lahan namun pasti, dan dapat menghancurkan masyarakat. Pemanfaatan barang-barang mewah antara lain membuat manusia menjadi malas, pemboros dan bersikap berlebih-lebihan. Hal itu akan menumbuhkan dalam dirinya kebiasaan-kebiasaan buruk, yaitu bergantung kepada orang lain, malas, benci akan pekerjaan, tidak bertanggung jawab dan lain-lain. Selanjutnya dia akan selalu siap untuk bersikap berlebihan (bahkan dalam melakukan kejahatan dan dosa) dengan tujuan memperoleh dan mempertahankan kehidupannya yang mewah; dia tidak akan segan-segan mengganggu hak-hak orang lain serta merampas harta mereka dengan cara yang tidak sah. Semua itu akan mengakibatkan tersebar-luasnya suap, korupsi, nepotisme dan lain-lain dalam masyarakat. Pendek kata, dia siap mengobarkan apapun juga untuk mempertahankan kesejahteraan dirinya-termasuk mengorbankan kemaslahatan masyarakat, demi mengejar kesenangan dan keinginan pribadinya.

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

sumber gambar : elok46.multiply.com

Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? (QS. At Tahrim [66]:1). Pada ayat ini, Nabi diperintahkan untuk tidak menjauhkan diri dari apa saja yang memang dihalalkan baginya semata-mata untuk menyenangkan istri-istrinya. Aisyah, istri beliau, mengatakan bahwa Nabi telah bersumpah untuk tidak mendatangi istri-istrinya, berpantang diri dari melakukan hubungan suami istri. Mengenai sumpah ini, beliau diperintahkan untuk menjelaskannya, dan mengenai pemantangan tersebut, dikatakan kepada beliau, Wahai Nabi! Kenapa engkau melarang dirimu terhadap apa-apa yang telah dihalalkan bagimu?

Menurut riwayat ini, Allah memerintahkan Nabi agar tidak mengharamkan apa-apa yang suci dan dihalalkan. Dengan mengarahkan Nabi agar tetap berada dalam batas-batas kenikmatan dan kesenangan duniawi, Al Qur’an telah memperlihatkan pendekatan yang paling seimbang dalam hal konsumsi, yaitu menjauhi sikap berlebihan; tidak berpantang diri dan tidak pula keterlaluan dalam menikmati kesenangan-kesenangan duniawi, seperti para pertapa atau kaum materialis. Sesungguhnya, Islam memberi kebebasan individual yang sangat besar dalam masalah konsumsi. Mereka bebas membelanjakan hartanya untuk apa saja yang baik, menyenangkan dan memuaskan keinginan-keinginan mereka, asal tidak melampaui “batas-batas kesucian”. Artinya, kebebasan untuk mengonsumsi terbatas pada apa-apa yang baik dan suci saja. Islam melarang untuk mengonsumsi hal-hal yang tidak sejalan dengan kesejahteraan sosial.

Diriwayatkan bahwa Nabi pernah bersabda, :”Bekerjalah kamu untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok.” Dalam hadist ini, Nabi menasehati kaum muslim untuk mengambil jalan hidup yang adil dan seimbang agar dapat memelihara keselarasan antara kebutuhan material dan spiritual. Mereka tidak boleh cenderung pada salah satu sisi saja dan mengabaikan sisi yang lain, sebab materi dan rohani sama-sama penting; ibaratnya, mereka adalah dua sisi dari mata uang yang sama, tanpa salah satunya kehidupan manusia menjadi tidak sempurna. Bentuk pendidikan ini memudahkan seseorang untuk menghindarkan diri dari hidup yang berlebihan dengan mengambil jalan pertengahan.

Nabi menolak seluruh konsepsi agama yang salah yang dibentuk oleh sebagian orang demi memenuhi kepentingannya sendiri. Nabi juga menyatakan bahwa agama tidak mengajarka kebencian terhadap dunia. Lebih jauh lagi, kebencian terhadap dunia tidak membuat seseorang menjadi saleh. Selanjutnya, Nabi berdoa untuk kemakmuran ekonomi para pengikutnya seperti digambarkan dalam hadist ini, “Ya Allah, orang-orang ini tidak mempunyai alas kaki (tidak juga kuda atau unta untuk kendaraannya), berilah mereka (kuda atau unta) untuk dikendarai; Ya Allah, orang-orang ini tidak mempunyai pakaian (telanjang); maka berilah mereka pakaian. Ya Allah, orang-orang ini dalam keadaan lapar, maka berilah mereka makanan.” (HR. Abu Dawud)

Nabi diperintahkan untuk memelihara keselarasan sejati dalam hidup, Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia (QS. Al Kahfi [18]:28). Ayat ini memerintahkan orang Islam benar-benar memelihara keselarasan dan kesimbangan hidupnya; tidak membenci atau mencintai secara berlebihan dunia ini.

Dengan demikian semua individu diberi kebebasan penuh untuk membeli apa-apa yang baik dan suci, asa tidak membahayakan keamanan dan kesejahteraan negara. Prinsip ini diterangkan dalam ayat berikut ini : yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka (QS. Al A’raf [7]:157)

Disarikan dari Ensiklopedi Muhammad SAW. Seri 3 – Muhammad Sebagai Pedagang.

Info : (031) 71134911 atau kirim email ke : tokobukuistimewa@gmail.com

Untuk cara pemesanan, silahkan lihat disini

sumber gambar : ria.choosen.net

April 2024
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  

Daftar Isi

Subscription



GRATIS artikel/info/promo terbaru langsung dikirim ke Email Anda